Maandag 13 Mei 2013

Teknik Pembibitan Kelapa Sawit




I. PENDAHULUAN
1.1. Kelapa Sawit
Kelapa sawit adalah tanaman komoditas utama perkebunan Indonesia, di- karenakan nilai ekonomi yang tinggi dan kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati terbanyak diantara tanaman penghasil minyak nabati yang lainnya (kedelai, zaitun, kelapa, dan bunga matahari). Kelapa sawit dapat menghasilkan minyak nabati sebanyak 6 ton/ha, sedangkan tanaman yang lainnya hanya menghasilkan minyak nabati sebanyak 4-4,5 ton/ha (Sunarko, 2007).
Para ahli telah membuat satu bagan yang menggambarkan multi guna kelapa
sawit dengam membuat “pohon industri kelapa sawit,” berdasarkan bagan industri dari produk hulu kelapa sawit dapat menghasilkan jenis-jenis produk sebagai berikut ; 1) Minyak sawit (CPO) yang menghasilkan carotene, tocopherol, olein, stearin, soap stok, dan free fatty acid, ; 2) Inti sawit menghasilkan minyak pati dan bungkil, ; 3) Tempurung menghasilkan arang dan bahan baku, ; 4) Serat menghasilkan bahan bakar dan sumber selulosa, ; 5) Tandan kosong digunakan sebagai sumber selulosa dan pupuk kompos, ; 6) Sludge digunakan sebagai komponen makanan ternak (Setyamidjaja, 2006).
Menurut Steqo (2010), benih unggul yang dihasilkan dari tahapan pemuliaan
memiliki beberapa kelas yaitu: Benih Penjenis (breeder seed), adalah material pembiak vegetatif yang dihasilkan langsung oleh peneliti. Benih ini digunakan sebagai benih dasar, Benih Dasar (foundation seed), adalah hasil turunan pertama dari benih penjenis. Identitas genetik maupun kemurniannya dijaga baik. Benih ini merupakan sumber dari semua benih sebar, dan yang teakhir adalah Benih Sebar, yaitu benih turunan dari benih dasar dan benih pokok yang langsung digunakan petani untuk dibudidayakan, untuk menghasilkan benih yang bersertifikat atau benih sebar yang terjamin mutunya, baik genetik maupun kemurniannya, pemerintah telah menentukan ketentuan pokok Benih sebar varietas tertentu selanjutnya akan digunakan sebagai bibit.
Prenursery merupakan tahapan pertama sebelum main nursery. Pada tahap ini dilakukan dua tahap yaitu seleksi pertama dan seleksi kedua. Seleksi pertama dilakukan saat tanaman kelapa sawit berumur 2-4 minggu setelah tanam. Tanam seleksi yang kedua dilakukan saat tanaman kelapa sawit sesaat sebelum dipindahkan ke largebag (Tahap Main Nursery) yaitu pada umur 3-3,5 bulan. Pada tahap ini tanaman kelapa sawit yang abnormal, mati/rusak saat perngangkutan dan kelainan genetik harus dimusnahkan.
1.2. Tujuan Praktek Lapang
Adapun tujuan pelaksanaan Praktek Lapang ini antara lain:
a. Menggambarkan sistem pembibitan kelapa sawit prenursery dan main nursery.
b. Mempelajari perawatan bibit kelapa sawit.
1.3. Manfaat Praktek Lapang
Adapun manfaat praktek lapang antara lain:
a. Sebagai pengalaman mengikuti sistem pembibitan kelapa sawit
b. Mengetahui jenis kelapa sawit yang mempunyai kualitas tinggi.
c. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian dan Peternakan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani Kelapa Sawit
2.1.1. Kecambah
Kelapa sawit berkembang biak dengan bijji dan akan berkecambah untuk selanjutnya tumbuh menjadi tanaman. Susunan buah kelapa sawit dari lapisan luar sebagai berikut : 1) Kulit buah yang licin dan keras (epicarp). 2) Daging buah (mesocarp) terdiri atas susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak. 3) Kulit biji (cangkang/tempurung), berwarna hitam dan keras (endocarp). 4) Daging biji (mesoperm), berwarna putih dan mengandung minyak. 5) Lembaga (embrio). Lembaga yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah : 1) Arah tegak lurus ke atas (fototrophy), disebut plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun kelapa sawit. 2) Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy), disebut radikula yang selanjutnya akan menjadi akar (Sunarko, 2009).
Plumula akan muncul setelah radikula tumbuh sekitar satu sentimeter. Akar-akar adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil, kemudian membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu tiga bulan untuk berubah menjadi organisme yang mampu memfotosintesis dan mengabsorpsi makanan dari dalam tanah secara sempurna (Sunarko, 2007).
2.1.2. Akar
Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil. Artinya, tanaman dari family Araceae ini memiliki akar serabut. Radikula pada bibit tumbuh memanjang ke bawah selama enam bulan hingga mencapai 15 cm dan menjadi akar primer. Akar ini akan terus berkembang. Akar serabut primer yang tumbuh secara vertikal dan horizontal di dalam tanah. Akar ini akan bercabang menjadi akar sekunder. Selanjutnya, akar sekunder berkembang dan bercabang kembali menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Akar serabut kelapa sawit tumbuh di seluruh pangkal batang hingga 50 cm di atas permukaan tanah. Akar ini terdiri dari atas akar primer, sekunder, tersier, hingga quarter yang biasa disebut akan feeder roots (Sunarko, 2009).
Jika dirawat dengan baik, perkembangan akar akan membantu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi kelapa sawit. Perakaran yang kuat lebih tahan terhadap penyakit pangkal batang dan kekeringan. Perakaran tanaman kelapa sawit dapat mencapai kedalaman 8 m dan 16 m secara horizontal. Pemeliharaan akar akan meningkatkan absorpsi tanaman terhadap unsur hara oleh tanaman melalui akar (Sunarko, 2009 dan Pahan, 2009).
2.1.3. Batang dan Daun
Kelapa sawit memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling), terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia. Titik tumbuh terletak di pucuk batang dan terbenam di dalam tajuk daun. Bentuknya seperti kubis dan enak dimakan. Di batang terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat dan sukar terlepas, meskipun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas.
Kelapa sawit memiliki daun yang menyerupai bulu burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak daun tersusun berbaris dua hingga ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun. Ujung pelapah daun sering tumbuh menyerupai buntut benang yang mencirikan kekurangan unsur boron. Ciri lainnya, ujung daun membentuk seperti ujung tombak. Boron merupakan unsur hara yang ada di dalam tanah, tetapi kadang jumlahnya tidak cukup untuk kebutuhan tanaman sehinggan perlu ditambah melalui pemupukan (Sunarko, 2009).
2.1.4. Bunga dan Buah
Kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mengeluarkan bunga jantan dan betina. Bunga tersebut keluar dari ketiak atau pangkal pelepah daun bagian dalam. Bunga jantan terbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Kelapa sawit mengadakan penyerbukan bersilang (croos pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan serangga penyerbuk (Sunarko, 2009).
Perbandingan bunga betina dan bunga jantan sangat dipengaruhi oleh pupuk dan air. Jika tanaman kekurangan pupuk atau kekurangan air, bunga jantan akan lebih banyak keluar. Produktivitas tanaman menjadi baik jika unsur hara dan air tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Kecukupan unsur hara dan air didasarkan pada analisis tanah, air, dan daun sesuai dengan umur tanaman. Sex ratio mulai terbentuk 24 bulan sebelum panen. Artinya, calon bunga (primordial) telah terbentuk dua tahun sebelum panen. Karena itu, perencanaan produksi dihitung minimal tiga tahun sebelumnya, sehingga perencanaan pemupukan dapat dijadwalkan (Sunarko, 2009).
Buah muda berwarna hijau pucat. Semakin tua berubah menjadi hijau hitam hingga kuning. Buah sawit yang masih mentah berwarna hitam (nigrescens), beberapa diantaranya berwarna hijau (virescens). Sementara itu, buah matang berwarna merah kuning (oranye). Selanjutnya, buah matang akan rontok (buah leles atau brondol). Keadaan ini menandakan bahwa kelapa sawit sudah layak panen. Biasanya perintah panen diberikan berdasarkan jumlah jatuhnya brondolan, yakni 1-2 buah per kg tandan (Sunarko, 2007).
2.2. Jenis Kelapa Sawit
Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut : ) Dura, memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen minyak 15-17 %, 2) Tenera, memiliki cangkang agak tipis (2-3 mm), daging buah tebal, dan rendemen minyak 21-23%, 3) Pesifera, memiliki cangkang sangat tipis, daging buah tebal, biji kecil dan rendemen minyak tinggi 23-25%, tandan buah hampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak yang dihasilkan sedikit (Sastrosayono, 2007).
2.3. Klasifikasi Kelapa Sawit
Menurut Pahan (2009), Kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi: Embryophita Siphonagama, Kelas: Angiospermae, Ordo: Monocotyledonae, Famili: Arecaceae, Subfamily: Cocoideae, Genus: Elaesis, Species: 1. E.guineensis Jacq, 2. E.oleifera, 3. E.odora. (Pahan, 2009)
2.4. Pembibitan
Pembibitan dapat dilakukan dengan satu tahap atau dua tahap pekerjaan. Pembibitan satu tahap berarti kecambah kelapa sawit langsung ditanam di polibag besar atau langsung di pembibitan utama (main nursery). Pebibitan dua tahap artinya penanaman kecambah dilakukan di pembibitan awal (prenursery) terlebih dahulu menggunakan polibag kecil serta naungan, kemudian dipindahkan ke main nursery ketika berumur 3-4 bulan menggunakan polibag yang lebih besar (Dalimunthe, 2009).
Pembibitan dua tahap (double stage) lebih banyak digunakan dan memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pembibitan satu tahap. Jika menggunakan pembibitan dua tahap, luasan pembibitan menjadi lebih kecil dan memungkinkan untuk dibuat naungan. Keuntungan lainnya, penyiraman menjadi mudah, jadwal pemupukan menjadi mudah, dan bibit terhindar dari penyinaran matahari secara langsung sehingga risiko kematian tanaman menjadi kecil. Jika menggunakan pembibitan satu tahap (langsung menggunakan polibag besar), luas areal yang dibutuhkan cukup besar dan penggunaan naungan tidak efektif. Selain itu, proses penyiraman dan pengawasan menjadi lebih sulit karena tidak semua tanaman dapat dipantau (Dalimunthe, 2009).
2.4.1. Pembibitan Awal (Prenursery)
Pembibitan awal (prenursery) merupakan tempat kecambah kelapa sawit ditanam dan dipelihara hingga berumur tiga bulan. Selanjutnya, bibit tersebut dilakukan selama 2-3 bulan, sedangkan pembibitan main nursery selama 10-12 bulan. Bibit akan siap tanam pada umur 12-14 bulan (3 bulan di prenursery dan 9-11 bulan di main nursery) (Sunarko, 2009).
A. Persyaratan Lokasi
Lokasi untuk pembibitan awal sebaiknya datar atau kemiringan tanah 30 sehingga pembuatan bedengan prenursery nantinya akan rata. Bagian atas bedengan sebaiknya memiliki naungan, berupa atap buatan atau pohon. Pagar prenursery untuk mencegah hewan pengganggu masuk dan merusak pembibitan. Lokasi sebaiknya dekat dengan sumber air. Kondisi debit air harus tetap dan tidak mengandung kapur (pH netral). Lokasi harus dekat sumber media dengan topsoil yang cukup untuk mengisi babybag (polibag kecil), tanah tidak bercadas atau tidak berkapur, dan akses jalan yang mudah dijangkau (Fauzi, 2007).
B. Pemesanan Kecambah
Seleksi dilakukan dengan memilih penggunaan kecambah yang baik dan dapat mencukupi kebutuhan. Satu hektar lahan tanaman dengan populasi 143 pohon membutuhkan kecambah 220 biji dengan asumsi kecambah yang mati dan abnormal sekitar 25% untuk kebutuhan penyulaman sekitar 10%. Waktu pemesanan kecambah diatur agar kecambah sudah tertanam di babybag prenursery 13-14 bulan sebelum penanaman di lapangan (Steko, 2010).
Polibag kecil yang digunakan sebaiknya berwarna hitam, jika terpaksa bisa menggunakan polibag kecil berwarna putih. Polibag berukuran panjang 14 cm, lebar 8 cm, dan tebal 0,14 cm. Selain itu, bisa juga menggunakan babybag hitam dengan ukuran14 x 22 x 0,07 cm (200 lembar/kg) media tanam yang digunakan berupa campuran topsoil dan kompos dengan perbandingan 6:1 atau campuran pasir, pupuk kandang, dan topsoil dengan komposisi 1:1:3. Bedengan pembibitan prenursery dibuat dengan panjang 10 meter dan lebar 1,2 meter. Tinggi bedengan berkisar 0,1-0,15 meter dengan jarak antar bedengan 0,8 meter. Satu petak prenursery tanki siram 1.000 liter dapat mencukupi penyiraman 700-800 babybag kecambah (Subiantoro, 2003).
C. Penanaman Kecambah
Letakkan kecambah di tempat yang teduh, kemudian segera tanam ke dalam baybag. Kecambah hanya dapat bertahan 3-5 hari di tempat penghasil kecambah. Dua hari menjelang penanaman kecambah, media tanam yang berada di dalam babybag harus disiram setiap pagi. Gemburkan permukaan media dengan jari telunjuk atau dengan ibu jari, kemudian buat lubang untuk meletakkan kecambah. Masukkan kecambah sedalam 1,5-2 cm di bawah permukaan tanah, lalu ratakan kembali hingga menutup kecambah tersebut. Bagian bakal akar (radikula) yang berbentuk agak tumpul dan berwarna lebih kuning harus mengarah ke bawah dan bakal daun (plumula) yang bentuknya agak tajam dan berwarna kuning muda mengarah ke atas (Subiantoro, 2003).
D. Naungan
Naungan atau pelindung bisa berupa pohon hidup atau naungan buatan yang terbuat dari daun kelapa sawit. Ukuran tingggi tiang dua meter (depan belakang sama) dan jarak antar tiang tiga meter. Naungan dipertahankan hingga kecambah berdaun 2-3 helai. Setelah itu, naungan berangsur-angsur dikurangi dari arah timur agar sinar matahari pagi bisa lebih banyak masuk ke bedengan. Pengurangan naungan dilakukan secara bertahap dan jangan semapai terlambat karena dapat mengahambat pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, jika pengurangan terlalu cepat maka akan menyebabkan tanaman stress. Pengurangan naungan dilakukan setelah bibit berumur 6 minggu (Sunarko, 2009).
E. Penyiraman dan penyiangan
Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur, yakni pada pagi hari saat pukul 06.00-10.30 dan sore hari dimulai pukul 15.00. Volume air yang disiramkan sekitar 0,25-0,5 liter per bibit. Penyiangan dilakukan dengan mencabut rumput-rumput yang tumbuh di babybag menggunakan tangan. Penyiangan sebaiknya dilaksanakan dua minggu sekali. Rumput dikumpulkan di antara bedengan agar kering terkena sinar matahari (Sunarko, 2009).
F. Pemupukan
Selama tiga bulan di prenursery biasanya bibit tidak dipupuk. Namun, jika tampak gejala kekurangan hara dengan gejala seperti daun menguning, bibit perlu dipupuk menggunakan pupk N dalam bentuk cair. Konsentrasi pupuk urea atau pupuk majemuk sekitar 0,2% atau 2 gram per liter air untuk 100 bibit. Pupuk diaplikasikan melalui daun dengan cara disemprot pada bibit berumur lebih dari satu bulan atau telah memiliki tiga helai daun. Frekuensi pemupukan dilakukan seminggu sekali (Sunarko, 2009)

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking